Tuesday, October 23, 2012

Ushul Fiqh - Ijtihad dan Mujtahid


BAB I
Pendahuluan

   Semakin berkembangnya sosial masyarakat akan menimbulkan permasalahan baru yang semakin kompleks. Permasalan permasalahan itu perlu adanya pengkajian guna penetapan hukum sesuai ajaran yang disyariatkan agama.
   Penetapan hukum itu tidaklah segampang membalik telapak tangan melainkan membutuhkan pemikiran pemikiran yang harus berdasar pada hukum yang ada dalam Al Qur’an dan Hadist.
   Bukan hanya tau hukum al Qur’an dan hadist saja, seorang yang akan berijtihad harus mempunyai pengetahuan yang mumpuni dalam ijtihadnya.
            Dalam makalah ini akan membahas tentang apa, seperti apa dan untuk apa ijtihad dan siapa yan berhak berijtihad




BAB II
PEMBAHASAN
1. IJTIHAD
A. Pengertian
Secara etimologi ijtihad adalah pendapat,tafsiran yang disimpulkan oleh ahli hukum dalam islam; upaya para ulama syaruk(syariat) mengenai suatu masalah sebelumnya tidak dijumpai dalam Al Qur’an dan hadits.[1]
Adapun ijtihad menurut para ahli ushul fiqh ialah pengerahan daya pikir untuk menemukan suatu ketentuan hukum syar’.[2]adapun orang yang berkecimpung dalam bidang ini dinamakan mujtahid.
Abu Zahrah mendefinisikan ijtihad sebagai pengerahan seorang ahli fiqh akan kemampuannya dalam upaya menemukan hukum yang berhubungan dangan amal perbuatan dari satu per satu dalilnya[3]
Dari ketiga definisi mengindikasikan bahwa ijtihad adalah hasil dari pemikiran manusia(mujtahid) yang pencarian hukumnya didasarkan pada AlQur’an dan Hadist.
            Namun perlu dimengerti pula bahwa ijtihad tidak selamanya benar karena rosulpun melakukan ijtihad dan jika ijtihad beliau salah, segera mendapat teguran dari Allah swt melalui turunnya wahyu.[4]

B. Dasar Ijtihad
Banyak ditunjukan firman allah yang dijadikan rujukan dalam melakukan ijtihad diantara firman allah yang sangat menonjol ialah surat An-Nisa 59
“maka jika kamu berselisih paham tentang sesuatu kembalikanlah kepada Allah dan Rosulnya”
Dari dalil diatas telah tersirat bahwa manusia diperbolehkan menentukan hukum tentang suatu hal apabila terjadi pertentangan dengan cara mengambil penjelasan penjelasan yang ada dalam Al qur’an dan hadist Rosul.
C. Fungsi Ijtihad
Imam Syafi’i mengatakan dalam kitabnya Ar-Risalah, ketika menggambarkan tentang kesempurnanaan Al Qur’an beliau menegaskan “Maka tidak terjadi suatu peristiwapun pada seorang pemeluk agama allah, kecuali terdapat dalam kitab allah tentang hukumnya.[5]menurut beliau hukum yang dikandung oleh Al Qur’an bisa menjawab berbagai permasalahan tentunya harus digali dengan melakukan ijtihad.
Apa yang disampaikan oleh imam syafi’i di atas mengisyaratkan betapa pentingnya ijtihad selaras dengan Al Qur’an dan hadist Rosul. Ijtihad berfungsi baik untuk menguji kebenaran riwayat hadist yang tidak sampai tingkat mutawatir. Atau sebagai upaya mencari penerangan terhadap hal hal yang hanya dapat di gali melalui ijtihad. Serta berfungsi untuk mengembangkan prinsip-prisip hukum baru yang sudah ada dalam Al Qur’an dan Hadist.

D. Objek Ijtihad
Tidaklah semua hukum islam dapat dijadikan objek dalam berijtihad. Ada beberapa objek yang tidak diperbolehkan dilakukan ijtihad yakni:
1.      Hukum yang di bawa oleh Nash Qat’i.
2.      Hukum yang tidak dibawa oleh nash dan tidak pula diketahui dengan pasti dari agama. Namun sudah menjadi kesepakatan ulama[6]
Dikemukakan oleh Abdul Wahhab khallaf bahwa yang menjadi objek ijtihad adalah masalah masalah yang tidak pasti (Zhanni) baik dari segi datangnya dari rosul, atau dari pengertiannya.[7]
Yang demikian dapat di kategorikan menjadi tiga macam:
1.      Hadist ahad
2.      Lafadz atau redaksi Al qur’an dan hadits yang menunjukan pengertian secara zhanni.
3.      Masalah yang tidak ada teks ayat atau hadist dan tidak ada ijma yang menjelaskan hukumnya.[8]


E. Metode Ijtihad
            Metode ijtihad yang dimaksud disini adalah cara yang harus ditempuh seorang mujtahid dalam memahami, menemukan,merumuskan hukum syara.
            Ada beberapa metode berijtihad yang semuanya memiliki tujuan sama yakni menentukan hukumk suatu hal.istihsan, maaslahah mursalah, istishab, Urf’, mazhab shahabi, Syar’u Man Qablana, saddu Al-Zari’ah adalah beberapa metode tersebut.
            Ketika terjadi suatu perkara berikut adalah langkah langkah yang harus ditempuh seorang mujtahid dalam berijtihad:
1.      Merujuk pada Al Qur’an, yang dimaksudkan disini ialah mencari penjelasan hukum dimulai dari mencari dalil dalil dalam Al qur’an.
2.      Jika tidak ditemukan dalam Al Qur’an maka penarian hukum dilanjutkan melalui tahapan berikutnya yaitu merujuk pada hadist hadist rosul.
3.      Mujtahid mencari jawaban dari kesepakatan ulama(ijma’) sahabat.bila disini ditemukan hukum maka mujtahid menetapkan hukum sesuai apa yang disepakati.
4.      Bila dari ketiga itu tidak di dapati hukum maka mujtahid mengerahkan segenap kemampuan daya ilmunya untuk menggali dan menemukan hukum Allah yang diyakini ada.[9]
F. Hukum berijtihad
Al Tayyib Khuderi al sayyid berpendapat bahwa hukum brerijtihad bagi seorang mujtahid dapat menjadi fardu’ain,fardu kifayah, dan busa mandub (sunat), dan bisa pula haram.[10]
Hukum melakukan ijtihad adalah fardu’ain dilakukan oleh setiap orang yang mencukupi syarat menjadi mujtahid bilamana ada sesuatu yang membutuhkan jawaban darinya. Hukum yang dikeluarkan tersebut wajib diikuti dan tidak boleh bertaklid dengan mujtahid lain.[11]



2. MUJTAHID
A. Pengetian
            Dari gambaran tentang ijtihad diatas tampak bahwa ijtihad adalah kegiatan otrang yang memenuhi syarat tertentu dengan melakukan penggalian terhadap hukum allah.
            Disini terlihat bahwa dalam berijtihad memiliki dua unsur pokok (1)mujtahid orang yang melakukan ijtihad (2) dugaan kuat tentang hukum allah yang menjadi objek ijtihad.[12]

B. Syarat Mujtahid
            Menurut Wahbah Az-zuhaili menyatakan ada delapan syaratr yang harus dipenuhu untuk menjadi seorang mujtahid.
1.      Mengerti dengan makna-makna yang terkandung oleh ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an baik secara bahasa mauoun menurut istilah syariat.
2.      Mengetahui tentang hadist-hadist hukum baik secara bahasa mauoun dalam pemakaian syariat.
3.      Mengetahui tentang mana ayat atau hadist yang telah di mansukh dan mana yang menjadi penggantinya.
4.      Mempunyai pengetahuan tentang ijma dan mengetahui tempat penerapannya.
5.      Mengetahui seluk beluk qiyas.
6.      Mengetahui ilmu-ilmu bantu yang berhubungan dengannya(Nahwu & Shorof)
7.      Menguasai ilmu Fiqh.
8.      Mampu menangkap tujuan syariat dalam merumuskan suatu hukum.[13]





C. Peringkat Mujtahid
            Membahas peringkat mujtahid berkaitan erat dengan pemenuhan syarat yang dilakukan mujtahid diatas. Dibawah ini akan disebutkan peringkat mujtahid menurut Abu Zahrah dalam kitab Tarikh:
1.      Mujtahid dalam hukum syara’
            Mujtahid ini menggali, menemukan dan mengeluarkan hukumlangsung dari sumbernya. Ia menelaah hukum dari alquran dan meng istinbathkan hukum dari hadist nabi.
2.      Mujtahid mujtahid
            Mujtahid ini dalam berijtihad memilih dan mengikuti ilmu ushul serta merode yang telah ditetapkan oleh mujtahid sebelumnya.
3.      Mujtahid mazhab
            Mujtahid ini mengikuti imam mazhabnya bernaung. Biasanya mujtahid pada tingkatan ini mempunyai ilmu yang luas tentang mazhabnya.
4.      Mujtahid murajjih
Mujtahid tingkatan ini berusaha menggali dan mengenal hukum furu, namun ia tidak sampai menetapkan sendiri hukumnya.
5.      Mujtahid muwazzin
            Oleh Abu Zahrah disebut juga mustadillin yaitu ulama yang tidak mempunyai kemampuan untuk mentarjih.
6.      Golongan huffaz
            Mujtahid golongan ini mempunyai kemampuan untuk menghafal mengingat hukum yang telah ditemukan imam mujtahid sebelumnya.
7.      Golongan muqallid
            Golongan ini adalah gologan umat yang tidak memiliki kemampuan dalam melakukan ijtihad dan tidak punya kemampuan untuk mentahrij.[14]




4.      Kekuatan Hasil Ijtihad
            Hasil yang dicapai dari proses ijtihad seorang mujtahid bersifat zhanni (tidak pasti) karena hanya merupakan dugaan kuat mujtahid melalui penalaran dan pengkajian terhadap Al Qur’an dan hadist.
            Menurut salam madzkur, hasil ijtihad itu mempunyai kekuatan mengikat untuk mujtahid yang mengeluarkan fatwa tersebut, juga mempunyai kekuatan mengikat kepada orang yang meminta kejelasan hukumnya.[15]
            walaupun hasil ijtihad bersifat mengikat terhadap mujtahid dan yang meminta fatwa, namun pada prinsipnya hasil ijtihad itu tidaklah mempunyai daya ikat terhadap umat. Karena itu hasil ijtihad tersebut bukan hal yang wajib untuk diikuti. Hal ini sangat beralasan karena hasil ijtihad memiliki sifat zhanni.



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari pembahasan diatas menunjukan bahwa Ijtihad adalah pendapat,tafsiran yang disimpulkan oleh ahli hukum dalam islam; upaya para ulama syaruk(syariat) mengenai suatu masalah sebelumnya tidak dijumpai dalam Al Qur’an dan hadits.
Orang yang berhak menentukan hukum dari permasalahan itu adalah mujtahid,mujtahid adalah seorang yang mempunyai kemampuan dalam bidang hukum islam.


DAFTAR PUSTAKA

Drs.H.Burhanidin,M.Ag. 2001Fiqh Ibadah, Bandung :Pustaka Setia
Hasbi Ash Shiddieqy, 1993.Pengantar Ilmu Fiqh. Jakarta:PT Bulan Bintang
Prof.DR.H.Satria Effendi,M.Zein,M.A, 2009.Ushul Fiqh. Jakarta :Kencana
Prof.DR.H.Amir Syarifuddin, 2009.Ushul Fiqh 2. Jakarta:Kencana
Maulana Rizky.Kamus lengkap bahasa Indonesia, Surabaya:Lima bintang


[1] Maulana Rizky. Kamus lengkap bahasa Indonesia,Lima bintang,Surabaya,hlm.163
[2]Drs.H.Burhanidin,M.Ag.Fiqh Ibadah,Pustaka Setia,Bandung.cet.I.2001.hlm131
[3]Prof.DR.H.Satria Effendi,M.Zein,M.A.Ushul Fiqh.Kencana,Jakarta.cet.3.2009hlm 246
[4] Hasbi Asy Shiddieqy. Pengantar Ilmu Fiqh.PT Bulan Bintang,Jakarta.cet.8.1993.hlm.41
[5] Prof.DR.H.Satria Effendi,M.Zein,M.A.Ushul Fiqh.Kencana,Jakarta.cet.3.hlm.249
[6] Drs.H.Burhanidin,M.Ag.Fiqh Ibadah,Pustaka Setia,Bandung.cet.I.2001.hlm.133
[7] Prof.DR.H.Satria Effendi,M.Zein,M.A.Ushul Fiqh.Kencana,Jakarta.cet.3.hlm.250.251
[8] Ibid.251
[9] Prof.DR.H.Amir Syarifuddin.Ushul Fiqh 2.Kencana,Jakarta.cet.3.2009hlm.303
[10] Prof.DR.H.Satria Effendi,M.Zein,M.A.Ushul Fiqh.Kencana,Jakarta.cet.3.hlm.255
[11] Ibid.
[12] Prof.DR.H.Amir Syarifuddin.Ushul Fiqh 2.Kencana,Jakarta.cet.3.2009hlm.270
[13] Prof.DR.H.Satria Effendi,M.Zein,M.A.Ushul Fiqh.Kencana,Jakarta.cet.3.hlm.252
[14] Prof.DR.H.Amir Syarifuddin.Ushul Fiqh 2.Kencana,Jakarta.cet.3.2009hlm.293
[15] Ibid 318

No comments:

Cara Daftar Akun Indodax

Jaman bitcoin semua orang ingin belajar dan berlomba mendapatkan cuan dari bitcoin. Tapi tahukan bahwa untuk mendapatkan keuntungan seorang ...